Senin, 26 April 2021

TAWASSUL DENGAN RASULULLAH SAW

 



Rasulullah Saw adalah makhluk Allah Swt yang paling mulia. Kedudukan beliau adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan seluruh makhluk yang lain. Sebagai umatnya, kita diperintahkan untuk mencintai beliau, melebihi cinta kita kepada orang tua, istri,  maupun anak-anak kita. Salah satu bentuk cinta umat ini terhadap nabinya adalah dengan seringnya kita menyebut-nyebut nama beliau Saw, baik dalam shalawat, doa, ataupun lainnya.

Salah satu amaliyah ahlussunnah wal jama’ah adalah berdoa dengan bertawassul dengan Rasulullah Saw. Sebenarnya, dalam masalah tawassul ini sudah ada kesepakatan ulama empat madzhab akan kebolehannya. Bahkan, sebagian imam madzhab menganggap hukum bertawassul dengan Rasulullah Saw itu sebagai sunnah. Mereka juga tidak membedakan antara bertawassul dengan Rasulullah Saw saat masih hidup, maupun setelah wafat.

Imam Taqiyyuddin as-Subki mengatakan bahwa tidak ada satu ulamapun yang menentang hal ini hingga datanglah Syaikh Ibnu Taimiyah (661 H – 728 H). Syaikh Ibnu Taimiyah membedakan antara tawassul dengan Rasulullah Saw saat masih hidup dengan setelah wafatnya. Namun, pendapat Syaikh Ibnu Taimiyah ini ditolak oleh para ulama.

Dalam kitab Fataawaa as-Subki, hal. 119 Imam as-Subki mengatakan :

“Ketahuilah, bahwa hukum bertawassul, meminta tolong, dan meminta syafa’at kepada Rasulullah Saw adalah boleh dan baik. Kebolehan dan kebaikannya ini adalah perkara yang telah diketahui secara pasti oleh setiap pemeluk agama ini. Perbuatan ini juga termasuk perbuatan para nabi, rasul, ulama salaf, orang-orang shaleh dan orang-orang awam. Tidak ada satupun yang mengingkarinya dari masa ke masa sampai datangnya Ibnu Taimiyah. Ia lalu berkata dengan ucapan yang membingungkan orang-orang yang akal dan agamanya masih lemah. Dan ia menciptakan sebuah pendapat baru yang sebelumnya tidak pernah ada”.

Para ulama yang membolehkan tawassul mengetengahkan dalil sebagai berikut:

Firman Allah Swt :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱبۡتَغُوٓاْ إِلَيۡهِ ٱلۡوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُواْ فِي سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (Q.S. al-Maidah : 35)


Firman Allah Swt :

أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ يَبۡتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلۡوَسِيلَةَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ وَيَرۡجُونَ رَحۡمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحۡذُورٗا ٥٧

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan (wasilah) kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti” (Q.S. al-Isra : 57)

Firman Allah Swt :

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ إِذ ظَّلَمُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ جَآءُوكَ فَٱسۡتَغۡفَرُواْ ٱللَّهَ وَٱسۡتَغۡفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُواْ ٱللَّهَ تَوَّابٗا رَّحِيمٗا ٦٤

“Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (Q.S. al-Nisa’ : 64)

  

Dalil dari as-Sunnah :

Dari Usman bin Hanif, ia berkata , “Sesungguhnya ada seorang laki-laki buta menemui Rasulullah Saw. Ia lalu berkata, ‘Saya berharap anda berdoa kepada Allah Swt agar Dia menyembuhkan kebutaanku’ Baginda nabi saw menjawab, ‘Jika kamu mau, aku akan berdoa untuk kesembuhanmu. Tapi jika kamu bisa bersabar, maka itu lebih baik untukmu’. Laki-laki buta itu menjawab, ‘Mohon berdoalah kepada Allah Swt untuk kesembuhanku’. Baginda nabi saw kemudian memerintahkan laki-laki tersebut untuk berwudhu dengan sempurna lalu berdoa dengan doa ini :

اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ ، وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ ، يَا مُحَمَّدُ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِيْ هٰذِهِ ، لِتُقْضَى لِي ، اَللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan perantara nabi-Mu Muhammad, nabi yang penuh rahmat. Yaa Muhammad! Sungguh aku menghadapkan diriku kepada Tuhanku dengan menjadikan dirimu sebagai perantaraku, agar hajatku dikabulkan. Ya Allah, berikanlah kepadanya pertolongan untukku” (H.R. Tirmidzi, Nasai, dan Ibn Majah)

Hadits ini adalah dalil disunnahkannya berdoa seperti di atas. Allah Swt memperlihatkan mukjizat Rasulullah Saw dengan menyembuhkan lelaki buta tadi. Dan sudah diketahui oleh para ahli ilmu bahwa apabila Rasulullah Saw mengajarkan suatu doa kepada salah seorang sahabat, lalu doa tersebut sampai kepada kita dengan sanad yang shahih, maka doa tersebut sunnah untuk dibaca hingga hari kiamat. Hadits tersebut juga tidak bisa dikatakan terbatas hanya berlaku saat Rasulullah Saw masih hidup saja. Karena asal dari hukum syara’ adalah diberlakukan secara mutlak dan umum, hingga ada dalil lain yang mengkhususkan atau mengikatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar